Di tengah keramaian pasar tradisional pada hari Minggu pagi, saya mengikuti langkah seorang pria tua yang dikenal sebagai “Pak Dul”. Ia bukan pedagang biasa—melainkan salah satu pengamat sabung ayam paling berpengalaman di wilayah selatan kota. Hari itu, ia mengajak saya ke sebuah arena sabung ayam yang tersembunyi di balik kebun pisang.
“Mas, kalau kamu cuma mau lihat ayam berantem, ya mending nonton di YouTube. Tapi kalau kamu mau belajar cara baca pola taruhan ‘Meron’ dan ‘Wala’, ikut saya,” ujarnya.
Dan dari sinilah kisah ini bermula. Sebuah penelusuran tentang sistem taruhan paling populer dalam dunia sabung ayam: Meron vs Wala.
Sebagian besar penggemar sabung ayam pasti sudah familiar dengan dua istilah ini.
Menurut Pak Dul, sistem ini bukan sekadar penanda—ia juga membawa beban psikologis tersendiri. “Orang kadang asal pilih Meron karena dikira jagoan. Padahal kadang si Wala justru lebih galak,” jelasnya sambil tersenyum.
Sebelum pertandingan dimulai, dua ayam disiapkan dan diperkenalkan kepada publik. Seorang wasit lokal akan meneriakkan urutan: “Meron di kanan, Wala di kiri!” Disusul suara ramai dari petaruh yang saling adu suara:
“Seratus Wala!”
“Dua ratus Meron lawan, siapa mau?”
“Nggak ada yang berani pasang sama saya?”
Taruhan dilakukan secara langsung dan cepat. Semua serba tunai. Sistemnya head-to-head, dan yang menarik, jumlah pasangan taruhan tidak selalu seimbang. Kadang ada yang rela menutup semua taruhan Wala demi Meron favoritnya.
Pak Dul sendiri mengaku lebih sering ambil posisi “Wala”. “Karena orang-orang terlalu yakin sama Meron. Padahal ayam nggak punya kasta,” katanya sambil tertawa.
Saya sempat mencatat beberapa trik dari para pemain yang sudah malang melintang di dunia ini:
Banyak pemain datang lebih awal hanya untuk melihat cara ayam berjalan, melompat, atau bereaksi terhadap suara. Dari situ mereka menilai: ayam ini tipe agresif, penunggu, atau panikan.
Ada anggapan tak resmi bahwa “ayam Meron hari ini lagi jelek”. Jadi jika tiga laga berturut-turut dimenangkan Wala, banyak pemain akan ikut arus dan berpindah posisi.
Beberapa bettor sengaja mulai dari taruhan kecil, sambil mengamati pola wasit, pelatih, dan bahkan penonton. Mereka hanya ‘meledak’ jika sudah yakin.
Meskipun terdengar penuh semangat, tidak bisa diabaikan bahwa taruhan ini mengandung banyak resiko nyata.
Tak sedikit yang datang dengan modal ratusan ribu dan pulang dengan tangan hampa. Salah satu pemain yang saya temui—sebut saja Bang Udin—mengaku pernah kehilangan setengah bulan gaji dalam waktu dua jam.
“Waktu itu ikut arus. Meron menang terus. Eh pas saya ikut, dia malah jatuh duluan,” ujarnya sambil menyulut rokok.
Dalam hukum Indonesia, sabung ayam dengan unsur taruhan termasuk kegiatan ilegal. Razia aparat kerap terjadi, dan bukan hal aneh jika arena tiba-tiba dibubarkan saat pertandingan belum selesai.
Saya sempat berbincang dengan seorang ibu rumah tangga yang diam-diam ikut memasang taruhan. Ia hanya ingin mengisi waktu luang dan sesekali merasakan “deg-degan”.
“Saya pasang lima puluh ribu buat ayam Wala. Eh menang, dapat dua kali lipat. Tapi dua minggu lalu, kalah semua. Jadi ya imbang,” ucapnya.
Sebaliknya, seorang pedagang kopi keliling di area tersebut mengaku sudah tidak pernah ikut taruhan lagi. “Dulu kalah terus. Saya pilih jual kopi saja. Lebih jelas untungnya,” katanya sambil menyeruput hasil racikannya sendiri.
Sabung ayam memang bukan semata soal uang. Dalam banyak budaya lokal, ini dianggap sebagai bagian dari adat atau ritual komunitas. Bahkan di beberapa daerah, pertandingan sabung ayam digelar saat hajatan atau hari besar keagamaan.
Namun seiring waktu, tuntutan etika dan hak hewan juga semakin kuat. Aktivis lingkungan dan perlindungan hewan mengecam praktik ini sebagai bentuk kekerasan. Argumen ini tidak sepenuhnya salah, terutama jika sabung ayam dijalankan tanpa aturan yang jelas.
Saya tidak akan menyuruh Anda memilih Meron atau Wala. Tapi kalau Anda bertanya kepada saya setelah melihat langsung suasananya, jawabannya adalah: lebih baik pikirkan dulu, bukan soal untungnya, tapi siapkah Anda dengan ruginya?
Karena dalam dunia sabung ayam, yang pasti menang bukan hanya ayam di arena, tapi juga mereka yang tahu kapan harus berhenti.
Mengenal Sistem Taruhan Sabung Ayam: Cara Main yang Tak Sekadar Tebak Menang
Categories:
Leave a Comments